Model pembelajaran kreatif produktif mengacu pada
definisi kata kreatif dan produktif. Kreatif adalah memiliki kemampuan untuk
menciptakan (Depdiknas, 2005:509). Menurut Kusumah (2008), kemampuan kreatif adalah
menciptakan gagasan atau ide, mengenal kemungkinan alternatif, melihat
kombinasi yang tidak diduga, dan memiliki keberanian untuk mencoba sesuatu.
Lebih luas, Conny Semiawan (1987:7) mengatakan, kreativitas adalah kemampuan
untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan
masalah. Sedangkan Utami Munandar (2002:33) mengatakan bahwa kreativitas adalah
kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk
memberikan gagasan-gagasan yang baru yang diterapkan dalam pemecahan masalah
atau melihat hubungan-hubungan yang baru melalui unsur-unsur yang sudah ada
sebelumnya.
Sedangkan produktif berarti kemampuan untuk menghasilkan
sesuatu (Arianto Sam, 2011). Berdasarkan definisi Haefele (Utami Munandar,
2002:28), yang mengatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membuat
kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial, menunjukkan bahwa tidak
keseluruhan produk itu harus baru, tetapi kombinasinya. Haefele juga menekankan
bahwa suatu produk kreatif itu juga tidak harus baru, tetapi juga harus
bermakna. Dalam proses pembelajaran, kebermaknaan diperoleh melalui pengalaman
nyata individu. Selain itu, proses produktif juga dilihat dari kemampuan
individu dalam menghasilkan banyak gagasan-gagasan yang baru yang diterapkan
dalam pemecahan masalah (Utami Munandar, 2002:35). Oleh karena itu, orang yang
tingkat kreatifitasnya tinggi, pada umumnya tingkat produktifitasnya juga
tinggi. Dengan kata lain, orang kreatif juga produktif.
Dengan demikian, model pembelajaran kreatif produktif
adalah suatu model pembelajaran yang memungkinkan siswa mengembangkan
kreativitasnya untuk menghasilkan produk yang bersumber dari pemahaman mereka
terhadap konsep yang sedang dikaji (Welcome Ceptea, 2008). Model pembelajaran
kreatif produktif dikembangkan dengan mengacu kepada empat pendekatan atau
teori belajar, yaitu belajar aktif, konstruktivisme, belajar kooperatif, dan
belajar kreatif (Wardani dalam Arkundato, 2007:2.4).
Belajar aktif
mensyaratkan keterlibatan optimal siswa dalam pembelajaran, baik secara
intelektual maupun emosional (Wardani dalam Arkundato, 2007:2.7). Dalam hal ini
siswa diberi kebebasan untuk menjelajahi berbagai sumber yang relevan dengan
topik yang sedang dikaji. Eksplorasi ini memungkinkan kepada mereka melakukan interaksi
dengan lingkungan dan pengalamannya sendiri, sebagai media untuk mengkonstruksi
pengetahuan. Pendapat yang sama diungkapkan oleh Samsuri (2006), bahwa belajar
aktif pada hakekatnya adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang
melibatkan mental intelektual dan fisik siswa di dalam proses pembelajaran.
Konstruktivisme
menekankan peran siswa dalam pembentukan makna berdasarkan pengalaman dan
interaksi dengan sumber belajar (Wardani dalam Arkundato, 2007:2.5). Dengan
perkataan lain, siswa didorong untuk menemukan atau mengkonstruksi konsep yang
sedang dikaji melalui penafsiran yang dilakukan dengan berbagai cara, seperti
observasi, diskusi atau percobaan. Menurut Nurhadi (2004:33), dalam pandangan
konstruktivisme pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi
makna melalui pengalaman nyata.
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang
memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam
tugas-tugas terstruktur (Lie, 2005:12). Menurut Wardani (dalam Arkundato,
2007:2.6) mengemukakan bahwa belajar kooperatif memungkinkan siswa belajar
bekerja sama dalam kelompok, berbagi tanggung jawab, pengalaman, dan
bersosialisasi. Sedangkan menurut Ibrahim (2009:19), suatu kerangka teoritis
yang kuat untuk pembelajaran kooperatif mencerminkan pandangan bahwa manusia
belajar dari pengalaman mereka dan partisipasi aktif dalam kelompok kecil
membantu siswa belajar keterampilan sosial yang penting. Selain itu,
pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan sikap demokratis dan keterampilan
berpikir logis.
Erwin Segal (dalam Arkundato, 2007:2.8) mengemukakan
bahwa belajar kreatif menuntut siswa untuk percaya diri, bersemangat,
berdedikasi tinggi, serta bekerja keras. Belajar kreatif itu penting
sebagaimana yang dikemukakan oleh Treffinger (dalam Conny Semiawan, 2009:20)
yang memberikan empat alasan pentingnya belajar kreatif. Pertama, belajar
kreatif membantu anak untuk mewujudkan dirinya, dan perwujudan dirinya itu
termasuk salah satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia. Kedua, belajar kreatif
dapat meningkatkan kemampuan anak untuk melihat bermacam-macam kemungkinan
penyelesaian terhadap suatu masalah. Ketiga, bersibuk diri belajar kreatif
tidak hanya bermanfaat, tetapi juga memberikan kepuasan pada individu. Keempat,
belajar kreatif memungkinkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya di
masa depan. Dengan demikian, dalam konteks pembelajaran, peningkatan
kreativitas dapat dilakukan guru dengan mengajukan pertanyaan, mendorong siswa
untuk menunjukkan atau mendemonstrasikan pemahamannya tentang suatu topik
menurut caranya sendiri (Black dalam Arkundato, 2007:2.8).
0 comments:
Post a Comment