Sunday, September 11, 2016

Teori Pembelajaran Matematika Realistik

Pembelajaran matematika realistik merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. Teori pembelajaran matematika realistik pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Pendekatan ini mengacu pada pendapat Freudenthal (Gravemaijer, 1994) yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas manusia, sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk melakukan reinvent (menemukan kembali) terhadap objek-objek matematika dengan bimbingan guru. Kegiatan ini dapat dilakukan bila materi matematika yang dipelajari bertitik tolak dari situasi dunia nyata atau sesuai dengan konteks fikiran siswa (realistik). Siswa dipandang sebagai pemroses informasi yang aktif, sehingga mereka mampu merepresentasikan setiap informasi sesuai dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki, dan menjadikannya sebagai struktur representase pengetahuan yang disimpannya dalam memori (Davis, 1996).
Pendekatan Matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) yang artinya Pendidikan Matematika Realistik, secara operasional disebut dengan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah suatu pendekatan yang mengacu kepada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Matematika sebagai aktivitas manusia maksudnya, manusia harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika. Dalam RME, proses pengembangan konsep-konsep dan gagasan matematika bermula dari dunia nyata. Dunia nyata ini tidak berarti konkret secara fisik dan kasat mata, namun juga termasuk yang dapat dibayangkan oleh pikiran anak (Hobri, 2008 : 156).
Freudenthal (dalam Johar, 2001:7) menambahkan bahwa pendidikan matematika untuk anak (young children) berkaitan dengan semua realitas dalam kehidupan sehari-hari. Perlu ditegaskan bahwa masalah realistik yang dihadapkan pada siswa tidak hanya berkaitan dengan dunia nyata yang dapat diamati, tetapi dapat juga berupa masalah dunia formal matematika yang dapat dipahami dan dibayangkan oleh siswa yang melalui media pembelajaran atau model (Heuvel-Panhuizen dalam Johar, 2001:7). Dengan kata lain, tekanan pembelajaran realistik adalah membuat sesuatu menjadi nyata dalam benak siswa. Oleh karena itu, situasi masalah yang diberikan kepada siswa harus mempunyai konteks atau kaitan dengan kehidupan sehari-hari yang dipahami siswa.
Menurut Soedjadi (2001:2), matematika realistik adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami siswa untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai. Lebih lanjut Soedjadi menjelaskan yang dimaksud dengan realita adalah hal- hal nyata atau konkrit yang dapat diamati atau dipahami siswa lewat membayangkan, sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat siswa berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami siswa.
Gravemeijer (dalam Djamali, 2003) mengemukakan bahwa terdapat tiga prinsip utama dalam pembelajaran matematika realistik, yaitu :
1)   Guided reinvention / progressive mathematizing (penemuan kembali), melalui topik-topik yang disajikan siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami sendiri proses yang sama sebagaimana konsep matematika ditemukan.
2)   Didactical phenomenology (fenomena mendidik), topik-topik matematika disajikan atas dasar aplikasinya serta kontribusinya untuk pengembangan konsep-konsep matematika selanjutnya.
3)   Self-developed models (mengembangkan model sendiri), merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal. Dalam menyelesaikan masalah kontekstual, siswa diberi kebebasan utnuk membangun sendiri model matematika terkait dengan masalah kontekstual yang dipecahkan.
Adapun menurut pandangan konstruktivis pembelajaran matematika adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi. Guru dalam hal ini berperan sebagai fasilitator. Dalam pembelajaran matematika guru memang harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan kemampuan siswa sendiri dan guru terus memantau atau mengarahkan siswa dalam pembelajaran walaupun siswa sendiri yang akan menemukan konsep-konsep matematika, setidaknya guru harus terus mendampingi siswa dalam pembelajaran matematika.


Teori Pembelajaran Matematika Realistik Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Lubis Muzaki

0 comments:

Post a Comment